Labels

Cari di blog ini

Bisnis Daily Refleksi

Saya Ingin, tapi Saya Malas, Gimana Dong

Silakan Ngomen

Sudah berapa banyak keinginan kamu yang belum tercapai? Atau saya ganti pertanyaannya, sudah berapa banyak keinginan yang sudah kamu tuliskan, dan sudah tercapai? Kenapa belum tercapai? Belum ada dana, modal, waktu? Belum ada niat? Atau masih males dan mending nunggu keinginan itu datang dengan sendirinya?? :P

* * *

Sudah jadi kebiasaan dan kesepakatan saya dan istri, kalo ada kedai ramen baru di Bandung dan sekitarnya, pasti bakal kami sambangi buat kami coba. Ketertarikan kami pada ramen membuat kami ingin membuat kedai ramen sendiri. Sayangnya sampai saat ini keinginan tersebut belum juga terlaksana, padahal dari sekian kedai ramen yang pernah kami kunjungi ada satu kedai yang menawarkan ke saya buat buka cabang. Sayangnya, dan saya benci mengakuinya, belum juga terealisasi karena alasan modal. Bukan modal uang yang jadi faktor utama, tapi modal waktu. Saya masih ragu kalo harus buka toko atau kedai ramen sedang saya masih kuliah. Ada banyak kekhawatiran yang ga perlu, takut kuliah terbengkalai (padahal ga bisnis pun kuliah tetap berantakan), takut sepi (padahal dagang aja belum), dan lain sebagainya. Alhasil keinginan tinggal keinginan.

Ada banyak keinginan yang tidak kesampaian. Dulu, saya suka bikin poster-poster target pencapaian. Tapi dari sekian banyak poster yang saya bikin, mungkin cuma 5% saja yang berhasil dicapai. Masih untung sih, tapi mestinya bisa lebih banyak lagi.

Dari sini saya berkesimpulan, bahwa keinginan saja tidak cukup untuk mencapai sesuatu. Oke, saya tau ini nasihat usang. Saya sudah sering mendengarnya di banyak media seperti buku dan seminar. Tapi, ternyata tidak cukup nasihat untuk menggerakkan seseorang untuk mencapai sesuatu. Disinilah pentingnya sebuah kesadaran atau yang suka saya bilang dengan istilah ngeh. Ke-ngeh-an ini biasanya saya dapat ketika saya sudah mengalami atau menemukan sendiri sesuatu yang dulu masih katanya, kata orang tua, kata guru, kata dosen, kata ustadz, kata motivator. Kembali ke pembahasan tentang keinginan, hal ini saya alami sendiri. Keinginan hanyalah keinginan kalo kita tidak bergerak atau tergerak untuk beraksi.

Jadi, kalo judulnya "Tidak Cukup Ingin", maka sesuatu yang kurang untuk melengkapi keinginan itu adalah tindakan. Saya yakin, semua orang yang memiliki keinginan atau target, punya harapan supaya keinginannya terealisasi. Saya juga yakin, kalo semua orang termasuk saya, sudah pada-pada tau kalo keinginan tidak akan pernah terwujud kalo tidak disertai tindakan, betul? Yang menjadi masalah sebenarnya bukan keinginan yang tidak terealisasi karena tidak ada aksi. Masalahnya adalah banyak orang tidak tau bagaimana merealisasikan tindakan.

Kalo saya punya keinginan mendirikan kedai ramen, maka saya harus tau apa saja peralatan yang diperlukan untuk sebuah kedai ramen, bagaimana resepnya, bagaimana cara memasaknya, dan terutama bagaimana caranya supaya gambaran kedai ramen di pikiran saya bisa berwujud nyata di depan mata saya. Kalo saya punya keinginan untuk berlibur atau sekolah ke Jepang, maka saya harus tau dulu seperti apa Jepang, bagaimana cara berangkat ke Jepang, berapa ongkosnya, berapa biaya hidupnya, darimana saya bisa dapat informasi wisata dan kuliah di Jepang. Kalo kita tidak tau apa saja yang diperlukan untuk mencapai sesuatu, kita tidak akan pernah bertindak karena tidak tau harus mulai dari mana. Maka langkah pertama untuk merealisasikan tindakan adalah mencari tau ilmu tentang hal tersebut dan bagaimana cara membangunnya. Dengan bekal ilmu tersebut maka kita bisa melangkah ke step selanjutnya, yakni memetakan langkah.

sumber: http://pixabay.com/en/if-the-sempio-noodle-feast-203499/

Misalkan sekarang saya sudah tau bagaimana cara merealisasikan sebuah kedai ramen. Saya sudah tau resepnya, sudah tau bahan-bahannya, peralatannya apa saja. Saya sudah punya target tempat yang bagus, saya sudah hitung keperluan untuk membangun kedainya (karena membangun usaha pasti butuh modal). Maka saatnya memetakan langkah. Untuk mendapatkan semua bahan dan peralatan maka saya harus punya modal untuk membelinya. Kalo tidak punya modal saya bisa cari teman yang bisa diajak kerjasama dan satu visi untuk membangun kedai ramen. Dicoba dulu resepnya, kalo sudah mantap berarti tinggal membangun kedai, kalo resep ramennya masih belum bisa mantap mungkin saya harus cari resep yang sudah teruji rasanya, apakah mengajak kerjasama teman dari jurusan tata boga atau ajak kerjasama orang yang sudah punya resep ramen dan sudah jualan dan rasanya enak. Kemudian bangun kedainya. Cari beberapa tempat yang cocok dan sesuai dengan target pasar ramen. Kesampingkan dulu harga sewa. Pilih salahsatu yang paling bagus. Hitung ulang anggaran. Kalo tidak bisa dapet investor buat sewa tempat dan membangun kedai, maka langkah alternatifnya adalah udunan bersama teman-teman dan cari lokasi yang ekonomis. Bangun kedainya. Pasang peralatan dan bahan untuk hari pertama, persiapan selesai. Kedai ramen sudah bisa dibuka.

Ketika saya memetakan langkah di atas, otak kritik saya terus saja menghalau, bagaimana kalo gini, bagaimana kalo gitu. Tulisan di atas saya buat agak simpel biar tidak ngayayay. Tapi intinya seperti itu. Maka kita lihat di tulisan itu saya buat beberapa kemungkinan dari yang paling ideal sampai yang realistis menurut otak kritik saya. Tidak apa-apa, jangan dilawan, tulis saja bagaimana dia mau. Tulis terus semua kemungkinan sampai kita menulis langkah terakhir menuju keinginan, sampai tulisan itu berhenti di kalimat apa yang kita inginkan. Maka, langkah kedua merealisasikan tindakan sudah terlaksana, memetakan langkah.

Catatan: sebenarnya ketika kita sudah melakukan dua aksi diatas, itu sudah berwujud tindakan. Tapi saya tidak memasukkan dua hal ini ke dalam tindakan mencapai keinginan, melainkan pra-tindakan karena dari dua aksi ini (cari informasi dan memetakan langkah) kita belum mencapai apapun dari keinginan, dan ada kemungkinan untuk keinginan itu tidak terealisasi dan tidak pernah terealisasi.

Langkah pertama mencari informasi sebenarnya lebih sulit daripada memetakan langkah. Tapi ada yang jauh lebih sulit dari dua tadi, yakni bagaimana supaya tubuh kita tergerak untuk menjalankan langkah yang sudah dibuat. Untuk itu diperlukan kesadaran atau ke-ngeh-an untuk memulai. Maka langkah ketiga adalah mencari kesadaran atau kengehan. Ini menjadi yang terpenting. Inilah kompor utama yang membuat kita mau bertindak.

Saya ga habis pikir, saya sudah tau banyak informasi tentang kedai ramen, saya sudah memetakan langkah, tinggal dijalankan saja tho?? Tinggal dijalankan saja itu langkah-langkahnya sesuai prosedur yang sudah dibuat, terlepas ada kendala lapangan atau tidak itu kan urusan belakangan, yang penting sudah mewujudkan tindakan! Ah, itu sih sayanya aja yang kelewat males atau kurang motivasi untuk merealisasikannya. Nnaaaah, ini dia masalahnya, yang membuat keinginan tidak pernah tercapai, atau yang membuat kita tidak pernah merealisasikan tindakan.

Ada satu faktor yang membuat kita bersemangat atau enggan melakukan sesuatu. Kuncinya ada disini. Kesadaran, consciousness. Bisa berbentuk kenikmatan, semangat, kegigihan, oportunis, perfeksionis, cinta, keterancaman, dan hal-hal lain yang bisa menggerakkan.

Ketika seseorang dikejar anjing, atau bahkan harimau di hutan, orang itu sontak akan berlari sekencangnya. Dia telah beraksi, bentuk aksinya berlari menghindari kejaran. Ada hal yang membuatnya ingin berlari dan akhirnya berlari sekencangnya. Saya bisa bilang hal penyebab tersebut adalah keterancaman. Dia membayangkan bagaimana kalo dia nanti ketangkep itu anjing atau harimau, betapa ngerinya. Kesadaran tersebut membuat (1) dia ingin berlari dan (2) akhirnya berlari. Kita lihat kesadaran ini mempengaruhi keduanya, keinginan dan tindakan. Can you realize that? :)

Contoh barusan kita lihat salahsatu langkah untuk membangun kesadaran, dimana kesadaran untuk bertindak bisa ditumbuhkan justru dari motif awal kenapa kita ingin sesuatu. Untuk memanfaatkan teori ini kita bisa menerapkan teknik heaven approach dan hell approach, pendekatan surga dan pendekatan neraka hahaha.. Maksudnya, kita mencari dan mendaftar apa saja keuntungan yang bisa kita dapatkan kalo kia mencapai suatu keinginan dan apa kerugian yang diakibatkan kalo kita tidak merealisasikan keinginan tersebut. Hell approach katanya punya efek lebih besar dari heaven approach, tapi menurut saya dua-duanya harus ada. Heaven approach punya daya ketika kita lagi malas atau lesu saat berproses, heaven approach juga punya daya penyemangat dan membentuk visi/gambaran masa depan.

Kasus lain. Pernah ga kamu melakukan sesuatu yang awalnya keterpaksaan tapi lantas mejadi kebiasaan atau kamu mendapatkan keuntungan dari kegiatan yang dipaksakan tersebut? Pasti pernah, meskipun lupa apa aja hehe.. Nah, dengan keterpaksaan akhirnya kita bertindak, meskipun awalnya kita tidak ingin melakukan hal tersebut. Disini kita bisa lihat, tindakan terealisasi meskipun tidak memiliki keinginan. Nah, karena target kita adalah merealisasikan tindakan, maka cara ini juga bisa diterapkan.

Lalu bagaimana membentuk kesadaran terpaksa? Coba ingat-ingat lagi, kegiatan apa saja yang terpaksa yang pernah kita lakukan dan mengapa kita terpaksa melakukannya? Biasanya karena ada tekanan dari satu pihak, apakah orang tua, guru, tuhan, sekolah, kantor, yang biasanya pihak tersebut punya wewenang atau kekuatan untuk memberikan tekanan. Untuk mensimulasikan keterpaksaan ini, berarti kita harus cari satu pihak yang punya kekuatan untuk menekan. Misalnya, untuk contoh kasus kedai ramen, mungkin saya bisa coba pinjam uang ke orang tua atau sodara atau bank atau orang lain sehingga saya punya keterpaksaan untuk merealisasikan keinginan dan segera melunasi utang. Saya tidak menganjurkan hal ini, tapi biasanya keterpaksaan punya kekuatan yang besar untuk kita merealisasikan tindakan.

Contoh lain misalkan seperti yang saya dan teman-teman saya lakukan untuk menggiatkan blogging. Saya dan teman-teman saya di lab kampus punya keinginan blogging tiap hari. kami bersepakat untuk berkeinginan menulis blog tiap hari. Tapi kenyataannya keinginan seperti ini sudah lama dipunya dan selalu gagal terealisasi. Alhasil, kami menerapkan teknik kesadaran berupa keterpaksaan  untuk mendorong kami menulis. Kami bersepakat untuk blogging tiap hari, dan konsekuensi bagi yang tidak blogging hari itu harus mentraktir makan teman-teman lain. Dari sini muncullah keterpaksaan. Kami berpikir, mending nulis daripada nraktir. Maka muncullah hell approach. Bedanya, disini kita membentuk sendiri keterpaksaan itu. Alhasil hingga hari ini saya masih tetep menulis, dan mulai menikmati menulis. Yeeaaah.. Thanks Guys! Thanks God! ;D

Ada banyak hal yang bisa kita eksplorasi untuk membangun kesadaran dalam rangka merealisasika tindakan. Dari penjelasan ini kita bisa lihat orang yang rajin sekalipun tetep membutuhkan kesadaran akan sesuatu untuk tetap konsisten. Kesadaran orang yang rajin belajar bisa berupa kenikmatan belajar atau apapun. Coba tanya deh ke orang yang rajin kenapa dia rajin. Kalo saya orangnya malas, makanya saya cocok jadi programmer hehehe.. #what_the..

Intinya, saya pingin bilang, untuk mencapai keinginan itu diperlukan tindakan, dan untuk dapat bertindak kita mesti punya kesadaran atau motivasi yang dengan itu kita bisa bertindak. Tidak ada tindakan yang tidak bisa dilakukan, selama kita tau bagaimana kita melakukannya.

0 tanggapan:

Posting Komentar

terima kasih sebelumnya untuk tanggapannya ^_^