"Kenapa aku ada, kalo begitu? kalo ternyata keberadaanku hanya jadi pengacau bagi sekitarku?" Topan merenung, di atas sebuah motor biru tua yang tengah melaju kencang menyalip motor dan mobil di depannya.
"woi woi, sabar Brooo, gua ngeri nih dibonceng lu kayak gitu!" teriak suara Toha di belakang telinga si sopir motor itu. Topan memperlambat laju motornya, seiring melambatnya degup jantungnya. "lagi lagi kamu, menginterupsi setiap pertanyaanku!" Topan berbisik agak ketus.
"Bukankah aku ada untuk membantumu menemukan setiap jawaban atas pertanyaanmu, bukankah kita sepakat tentang itu, Top?" Toha tersenyum tenang, tatapan matanya sayu, seperti mencerminkan kelelahan dan rasa kasihan. "Kamu tahu, pertanyaanmu barusan adalah salahsatu dari pertanyaan eksistensial yang akan selalu dilontarkan setiap manusia yang sadar akan keberadaannya di dunia, yang tidak setiap manusia punya kesempatan untuk bertanya tentang hal itu"
"Kau tak perlu menyanjung, aku memang manusia. Aku berpikir, maka aku ada, begitu kan kata Descartes?"
"Begitulah kamu, sombong seperti biasanya hahaha.." celoteh Toha.
"Iya, aku memang sombong" tukas Topan. Wajahnya antara marah dan sedih, marah pada dirinya sendiri, sekaligus sedih karena tidak banyak yang bisa dia lakukan, atau lebih tepatnya yang dia ketahui tentang bagaimana merubah dirinya menjadi lebih baik.
"Lalu, sudahkah kau dapatkan jawabannya, kenapa kamu ada?" tanya Toha, alisnya naik.
"aku ga tau, kenapa aku ada. kenapa Allah menciptakan aku"
"lho, bukankah jawaban atas pertanyaan itu sudah ada?"
"bukan yang itu maksudku. Aku tahu dan aku berusaha yakin, atas jawaban yang sudah disediakan dengan begitu murahnya. kalo aku bertanya, kenapa Allah menciptakanku, jawabannya pasti karena supaya aku beribadah kepadaNya. Kalo aku bertanya lagi kenapa aku harus beribadah, jawabannya karena Allah telah menciptakanku. Hal itu akan selalu berputar di tempat."
"Lalu, masalahnya apa?" tanya Toha lagi, memancing.
"iya, lalu kenapa?" Topan mengangkat kedua bahu dan sebelah tangannya di samping.
"kenapa apa? pertanyaannya yang jelas dong hihi.." Toha ketawa kecil.
"iyaa.., kenapa, mesti seperti itu? Oke, biarkan aku mengeluarkan dulu semua yang ada di dalam pikiranku. Dan kalo kamu ga bisa membantuku mencari titik terangnya, kupikir kamu ga perlu lagi ada di sampingku."
"Baik, silakan"
"Oke. Aku ada. Disini, tapi entah dimana ini sebenarnya. Aku hidup bersama orang-orang disekitarku, tapi aku tidak pernah tahu siapa mereka sebenarnya. tempat-tempat itu, dan orang-orang itu, semuanya hanyalah identifikasi belaka yang dibuat oleh manusia untuk memudahkan mereka menyebut dan menemukan kembali. Bahkan tentang diriku sendiri. Siapa aku sebenarnya. Oke, itu pertanyaan yang lain. Yang pasti aku yakini, aku ada karena ada Tuhan yang menciptakanku. Aku menyebutnya Allah, sebagaimana Ia memperkenalkan diriNya di dalam kitabNya. Aku diciptakan oleh Allah, maka aku ada. Pemikiran ini tidak akan pernah ada andaikata aku tiada. Tapi, kalaupun aku tiada, orang yang kupanggil ibu sekarang tetap akan melahirkan anak dan menjadi keberadaan baru. Kalaupun aku tiada, istri dan anakku sekarang tetap hidup seperti halnya, dengan orang lain selain aku. Kalaupun aku tidak dilahirkan disini, dalam kondisi ini, mungkin aku akan tetap dilahirkan di tempat yang lain, sebagai orang lain, dengan kondisi yang lain. Mungkin aku yang sekarang adalah penolakan dari keberadaanku di tempat yang lain seperti pikiranku sekarang yang mempertanyakan keberadaanku hari ini. Dan itu sekaligus tidak mungkin karena pemikiran ini ada karena aku ada."
"Maka, .." Toha melontarkan kata setelah ia kira Topan selesai dengan renungannya.
"Maka apa, Toh?"
"Kau sudah tahu, dengan begitu kesimpulannya, keberadaanmu itu diluar batas kekuasaanmu, diluar sesuatu yang bisa kau pengaruhi"
"itu benar" Sejenak sepi, sepi dari obrolan. Yang terdengar hanya deru motor dan kendaraan lainnya di jalan itu. Setidaknya untuk Toha. Topan mungkin tengah asyik dengan keramaian di dalam pikirannya.
"Naah, berarti kembali lagi kan ke pertanyaanku tadi di awal? kenapa Allah menciptakanku? Kenapa Allah tidak menciptakan orang yang lain saja dan membiarkanku dalam ketiadaan??" Topan seperti menemukan jejak kakinya di padang pasir yang hilang tersapu angin.
"Pertanyaanmu seolah meniadakan penciptaan manusia" Toha, kali ini dengan nada agak berat.
"Maksudnya?" Topan bertanya dengan hati-hati.
"Ketika kamu bilang, kenapa Allah tidak menciptakan orang lain saja dan bukan kamu, kamu membayangkan dirimu dan manusia sebagai sesuatu yang memiliki kepala, dua tangan, dua kaki, memiliki tubuh seperti kamu sekarang"
"Lalu, aku masih belum menangkap apa maksudmu.."
"Pemikiranmu menolak untuk diciptakan itu muncul setelah kamu diciptakan. So, sekalipun Allah dahulu tidak menciptakan kamu dan menciptakan orang yang lain, apakah kamu bisa menjamin orang-orang itu bukanlah dirimu yang sekarang? Tidak ada yang tahu kecuali Allah. Intinya, Allah menciptakan siapapun, pasti tidak berharap pertanyaan itu muncul. Dan kamu tau apa artinya itu?" Tanya Toha.
"Itukah jawaban atas pertanyaanku?"
"Yap, bisa jadi. Kalo kamu bertanya kenapa Allah menciptakanmu, tujuan sebenarnya ada di dalam tujuan Allah menciptakanmu"
"Ibadah?"
"Yap, betul. Allah menciptakan Manusia dan Jin supaya mereka beribadah kepadaNya. Jawaban sebenarnya ada di dalam tujuan penciptaaan itu, ibadah. Wajar kalo kamu mempertanyakan hal itu. Sama seperti orang yang bertanya bagaimana rasanya eskrim paria, bisa dipastikan bahwa orang itu belum pernah mencobanya." Toha menjelaskan dengan apik.
"Dengan kata lain, beribadah itu tujuan dari penciptaan, tapi bukan alasan penciptaan. Beribadah itu jalan untuk menemukan alasan penciptaan itu. Begitukah?" Topan begitu gembiranya seperti menemukan sesuatu yang belum pernah ia dapatkan.
"Hahaha.. Boleh jadi. Kamu sendiri percaya kan kalo Allah tidak menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Ada maksud di balik ini semua. Ada maksud di setiap masalah-masalah yang kamu temui. Aku kira, sepertinya kamu sudah membuka beberapa pintu rahasia. Pintu pertama adalah pertanyaan eksistensial. Bila seseorang sudah mulai mempertanyakan hal tersebut, maka itu artinya dia sudah membuka pintu pertama dan akan menemukan pintu kedua. Boleh jadi pintu kedua itu bukan pintu yang menutupi jawaban dari kehidupan ini. Boleh jadi ada pintu lagi di dalamnya dan ada pintu lagi didalamnya." Toha tersenyum. "Jadi kesimpulannya apa?"
"Aku berarti, harus mencari tahu ada apa di balik ibadah itu. Memang benar, selama ini aku akui, ibadahku belum benar. Tentu saja. Kalo sudah benar, mungkin aku sudah temukan jawabannya. Begitukah?"
"Ya, gitulah kira-kira. Barangsiapa yang mengajarkan dan tentu saja mengamalkan apa yang sudah ia ketahui, maka Allah akan mengajarkan padanya apa-apa yang tidak ia ketahui" Toha tersenyum lebar.
Topan merenung sejenak. Kembali sepi, selain hiruk pikuk jalan yang saat itu mulai macet. Namun kali ini kemacetan tidak membuat Topan gusar. Ada hal lain yang lebih menarik untuk dipikirkan dibanding mengeluhkan kemacetan.
Topan lalu bertanya lagi "Tapi, memangnya sesulit apakah mempertanyakan eksistensi? Terus kenapa harus mempertanyakan eksistensi?"
"Ada beberapa jalan seseorang menemukan kesadaran untuk mempertanyakan eksistensinya. Kamu, dengan kondisimu yang sedemikian sengsaranya, akan mempertanyakan kenapa ada begitu banyak masalah di dalam hidup, hingga akhirnya muncul pertanyaan kenapa aku hidup dan kenapa aku dilahirkan."
"Aku tidak sesengsara itu juga kali" Topan memicingkan mata.
"Hahaha.. tapi beruntunglah kamu memikirkannya ketika masih hidup. Masih ingatkah ayat yang menggambarkan penderitaan orang yang disiksa di akhirat sampai mereka berharap tidak pernah dilahirkan. Dengan demikian pertanyaan eksistensial yang muncul ketika seseorang masih hidup itu menjadi sesuatu yang penting." kata Toha sambil mengangkat telunjuknya.
"Baiklah. Kupikir, aku tidak perlu memikirkan apapun selain beribadah. Begitu kan?"
"Yups. Tetap ingat, ibadah untuk setiap tarikan nafasmu, bukan hanya untuk sekian menit sholatmu saja"
"In Syaa` Allah"
Topan melajukan motornya lebih cepat lagi. Kini dengan lebih mantap. Sekuat tenaga ia kesampingkan kesedihan dan sakit hati yang terus menggoda untuk singgah di hatinya. Tak ada seorang pun yang tahu bagaimana akhir hidupnya. Tak ada seorang pun yang dapat memastikan bagaimana nasibnya di akhirat kelak. Masalah datang dan pergi, seperti udara yang masuk dan keluar dari pernapasan.
Cari di blog ini
Cerpen
Mikir
Refleksi
0 tanggapan:
Posting Komentar
terima kasih sebelumnya untuk tanggapannya ^_^