Labels

Cari di blog ini

Cerpen

Hinakan Aku dengan Baktiku

Silakan Ngomen
Apakah selalu hal ini yang menjadi alasan pertama seorang pria memantapkan hati untuk mengetuk pintu hati seorang wanita? Aku tahu aku tidak secantik banyak wanita, atau teman-temanku, yang kini sudah boleh berjalan bergandengan. Aku tahu bahkan sebagian dari mereka juga punya rupa yang rata-rata pria menyatakan ketidaktertarikan di dalam hatinya, kini sudah mampu merenggangkan jemarinya untuk digenggam.

Aku yakin, sang pangeran sudah siap untuk datang padaku, atau pria biasa tak apa, di ujung sana entah dimana, yang dia bahkan masih mencariku atau orang lain yang dia adalah aku. Aku yakin hari itu akan datang. Hari ketika aku merengkuh tangannya dengan gemetar dan menciumnya dengan penuh penghormatan.

Namun hilir mudik waktu di depan mataku membuatku semakin gundah akan yakinku. Aku tahu aku harus membantu sang pria yang entah siapa itu, sampai padaku, menemukanku. Tapi apakah aku harus melambaikan tanganku ke atas sepanjang waktu, atau membuka tanganku dan menunggu di pinggir jalan, berharap sang pria yang aku tak tahu ia yang mana, lewat, dan menyambut tanganku? Apakah aku sehina itu untuk mengemis kasih kepada sesuatu yang bahkan aku tak tahu apakah ia nahkoda yang baik untuk kapalku?

Namun sayang hilir mudik waktu di depan hidungku, mengikis yakinku akan hadirnya hari itu, hari ketika Tuhanku akhirnya mengungkap rahasia yang selama ini membuat cemas akan masa depanku. Kupakai pakaian terbaik yang bisa kuperoleh dengan baik, pakaian rapi untuk pria yang rapi. Berharap dengan ini Tuhanku berkenan menghentikan langkah pencarian sang pria itu di tempatku berdiri. Berharap Tuhanku menutup matanya untuk dapat menilaiku dari cantikku, dan membuka hatinya untuk menyambut penghormatanku. Penghormatan ini, adalah jerih payah terbaik yang mampu kupersembahkan untuk orang terbaik, sang pria yang aku tak tahu ia yang mana, yang menilai wanita dari kerapihan budi. Tak perlu ia menilaiku dari parasku, karena aku tahu Tuhanku tidak hendak menghinakanku dengan karya terbaiknya, sekalipun itu kini jadi alasan pertama pria untuk tidak bahkan sekedar melirikku apalagi meyodorkan sebongkah hatinya untukku.

Aku tetap dengan penghormatanku. Sekalipun hingga ujung jalan ini sang pria bahkan tidak pernah ada untukku. Bukan hanya karena aku sepi, tapi juga karena wanita terbaik yang melahirkanku punya harapan yang lebih tinggi daripada aku. Aku tetap demi Tuhanku. Meski dunia berubah dan materi adalah alasan semua orang untuk melanjutkan hidup.

Aku hanya ingin membahagiakan ibu, dengan kebahagiaanku. Maka hadirkanlah ia, wahai Tuhanku, atau hinakanlah aku dengan baktiku ini.

0 tanggapan:

Posting Komentar

terima kasih sebelumnya untuk tanggapannya ^_^